Kondisi ekonomi di Purwakarta, Jawa Barat, tengah diuji dengan lonjakan harga daging ayam potong yang signifikan; pada Selasa (16/9/2025), harga komoditas penting ini melonjak drastis hingga menyentuh angka Rp 40.000 per kilogram, membuat masyarakat dan pedagang sama-sama mengeluh.
Kenaikan harga yang terjadi secara bertahap dalam beberapa pekan terakhir ini menciptakan gejolak di pasar lokal. Padahal, hanya satu pekan sebelumnya, harga daging ayam potong masih berada di kisaran Rp 35.000, dan bahkan pada bulan-bulan sebelumnya, harganya kerap ditemukan di bawah Rp 30.000 per kilogram. Fluktuasi harga yang cepat dan tajam ini tidak hanya memberatkan konsumen, tetapi juga memukul sektor perdagangan, karena penjualan merosot tajam seiring dengan daya beli masyarakat yang melemah.
Kenaikan Drastis yang Membebani Rumah Tangga
Lonjakan harga daging ayam hingga Rp 40.000 per kilogram ini tentu saja sangat dirasakan dampaknya oleh para ibu rumah tangga dan pelaku usaha kuliner di Purwakarta. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling populer dan terjangkau bagi sebagian besar keluarga, sehingga kenaikan harganya secara langsung mempengaruhi anggaran belanja harian mereka. Banyak warga kini terpaksa putar otak untuk tetap memenuhi kebutuhan gizi keluarga di tengah harga yang melambung.
Warga Mengeluh, Belanja Terpaksa Dikurangi
Salah satu pembeli, Jubaedah, dengan raut wajah cemas, mengungkapkan keberatannya terhadap lonjakan harga tersebut. “Biasanya saya beli satu kg, tapi sekarang terpaksa setengah saja karena harganya terlalu tinggi,” ujarnya, menunjukkan bagaimana daya beli masyarakat telah terkikis. Kondisi ini membuat para ibu rumah tangga harus lebih cermat mengatur keuangan dan seringkali mengurangi porsi belanja untuk kebutuhan pokok lainnya. Harapan agar harga segera kembali normal menjadi doa bersama bagi banyak warga Purwakarta yang merasa tercekik.
Pedagang Ayam Potong Menanggung Rugi
Dampak kenaikan harga tidak hanya dirasakan oleh pembeli, tetapi juga oleh para pedagang ayam potong yang menjadi mata rantai distribusi. Mereka menghadapi dilema antara menjual dengan harga tinggi namun sepi pembeli, atau menjual dengan harga lebih rendah namun merugi. Penurunan jumlah pembelian dari masyarakat secara langsung berdampak pada omzet harian mereka, mengancam keberlangsungan usaha kecil yang menggantungkan hidup pada penjualan daging ayam.
Penjualan Merosot, Keuntungan Menipis
Nana, seorang pedagang ayam potong di Purwakarta, merasakan langsung dampak pahit dari kenaikan harga ini. Ia menuturkan bahwa kenaikan harga sebesar Rp 5.000 per pekan, dari Rp 35.000 menjadi Rp 40.000 per kilogram, secara signifikan membuat pembeli mengurangi jumlah belanja mereka. “Harga kemarin masih Rp 35.000, sekarang sudah Rp 40.000 per kg. Dampaknya penjualan menurun drastis,” kata Nana. Hal serupa juga diungkapkan oleh Idah, pedagang lainnya, yang menyebut bahwa tren kenaikan harga ini sudah terjadi selama dua pekan terakhir dan membuat suasana pasar menjadi sepi. “Pembeli banyak yang keberatan, jadi penjualan ikut turun,” jelas Idah, menggambarkan kondisi pasar yang lesu.
Faktor Pemicu Lonjakan Harga: Pasokan dan Permintaan
Banyak spekulasi beredar mengenai penyebab di balik lonjakan harga daging ayam potong ini. Menurut Nana, lonjakan harga ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh berkurangnya pasokan dari peternak serta tingginya permintaan di pasar. Ia menduga, tingginya permintaan ini bisa jadi juga disebabkan oleh implementasi program makan bergizi gratis (MBG) yang memerlukan pasokan daging ayam dalam jumlah besar. Jika pasokan memang berkurang sementara permintaan terus meningkat, hukum ekonomi akan secara otomatis mendorong harga naik.
Dampak Program Makan Bergizi Gratis
Program makan bergizi gratis, meskipun bertujuan mulia untuk meningkatkan gizi masyarakat, dapat menciptakan efek samping pada dinamika pasar. Apabila kebutuhan ayam untuk program ini tidak diantisipasi dengan baik dalam hal pasokan, maka akan terjadi perebutan pasokan di pasar, yang pada akhirnya memicu kenaikan harga. Selain itu, faktor lain seperti biaya pakan ternak yang meningkat, kondisi cuaca ekstrem yang mempengaruhi produktivitas peternak, atau masalah distribusi juga bisa berkontribusi pada fluktuasi harga ini.
Perbandingan Regional: Fenomena Nasional?
Kondisi lonjakan harga daging ayam ternyata bukan hanya terjadi di Purwakarta. Laporan dari daerah lain juga menunjukkan tren serupa. Di Majalengka, misalnya, harga ayam potong dilaporkan tembus Rp 45.000, bahkan menyebabkan pedagang merugi hingga 50 persen. Sementara itu, di Bali, harga ayam juga menyentuh Rp 40.000, meski Menteri Perdagangan (Mendag) menyebut angka tersebut masih wajar. Perbandingan ini mengindikasikan bahwa masalah harga ayam merupakan fenomena yang lebih luas, mungkin disebabkan oleh faktor-faktor makro ekonomi atau kebijakan tertentu yang berlaku secara nasional.
Harapan Akan Stabilisasi Harga dan Peran Pemerintah
Dalam menghadapi situasi yang menekan ini, baik pedagang maupun pembeli di Purwakarta sama-sama berharap agar harga daging ayam bisa segera stabil dan kembali normal. Stabilitas harga merupakan kunci bagi keberlangsungan ekonomi rumah tangga dan usaha kecil. Mereka meyakini bahwa situasi pasar yang aman, didukung dengan pasokan yang lancar dan teratur, dapat membantu menekan gejolak harga kebutuhan pokok yang saat ini tengah meresahkan.
Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk menstabilkan harga, seperti memastikan kelancaran pasokan dari hulu ke hilir, mengawasi praktik-praktik spekulasi yang dapat memperkeruh kondisi pasar, atau bahkan mempertimbangkan adanya subsidi bagi peternak untuk menekan biaya produksi. Intervensi yang tepat dan cepat dari pihak berwenang sangat dibutuhkan untuk mengembalikan senyum di wajah warga Purwakarta dan para pedagang yang kini tengah menjerit akibat tingginya harga daging ayam.
INFOPAJAJARAN.COM
Dapatkan berita dan informasi terbaru dari kami
Ikuti Kami
© INFOPAJAJARAN.COM | Terima kasih atas dukungannya