Di balik gemuruh industri, tersembunyi sebuah kisah inspiratif tentang transformasi limbah menjadi berkah di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Sekelompok warga, khususnya para eks pekerja migran, telah menemukan cara revolusioner untuk mengubah serat daun nanas menjadi produk bernilai ekonomis tinggi, membuka pintu harapan baru bagi komunitas mereka.
Perjalanan luar biasa ini berpusat di Kampung Sukamanah, Desa Jatireja, Kecamatan Compreng, Subang, di mana para eks tenaga kerja migran atau TKI kini memfokuskan energi mereka pada kreasi kerajinan tangan. Mereka berhasil menyulap limbah serat daun nanas menjadi bahan utama untuk memproduksi macrame atau tas tangan perempuan yang tidak hanya cantik tetapi juga berkelas, menunjukkan bahwa kreativitas dan kegigihan dapat menciptakan peluang yang tak terduga.
Pemberdayaan Komunitas Melalui Pelatihan Serat Nanas
Pantauan langsung oleh detikJabar menunjukkan aktivitas yang dinamis di sebuah ruangan sederhana di samping rumah salah satu anggota kelompok Sekar Purnama Subang. Di sana, para peserta pelatihan, termasuk anak-anak dan orang dewasa, tampak serius mempelajari teknik menganyam benang berbahan serat daun nanas. Proses ini tidak hanya mengajarkan keterampilan, tetapi juga membangkitkan semangat kebersamaan dan inovasi.
Tangan-tangan lentik anak-anak eks pekerja migran terlihat cekatan memutar-mutar benang, membentuk motif indah pada setiap tas yang mereka buat. Pelatihan ini dirancang untuk memberikan bekal keterampilan praktis, terutama dalam membuat tas macrame. Cindy Aulia, seorang anak eks pekerja migran yang masih duduk di bangku kelas 3 SMA, mengungkapkan kegembiraannya. “Manfaatnya buat aku itu isi waktu luang usai pulang sekolah, kalau enggak ada pekerjaan bisa bikin ini, terus biar kedepannya kalau mau wirausaha kita bisa jadi perajin tas macrame,” ujar Cindy. Ia menambahkan bahwa meskipun awalnya sulit, kini ia mampu menyelesaikan satu tas dalam 2 hingga 4 jam.
Sementara itu, tangan-tangan keriput para eks pekerja migran senior juga terlihat mahir menganyam, sekaligus membimbing anak-anak muda, baik laki-laki maupun perempuan. Desi Diana, Koordinator Sekar Purnama Subang, menjelaskan bahwa keunikan produk mereka terletak pada bahan bakunya. “Kerajinan tas macrame ini terbuat dari serat daun nanas, dimana kita pertama kali melakukan pelatihan di Cijambe yang merupakan tempat produksi serat nanas,” kata Desi. Ia menyoroti keunggulan tali serat nanas yang jauh lebih kuat dan anti air, serta belum banyak dimanfaatkan oleh pihak lain, sehingga produk mereka memiliki nilai kompetitif yang tinggi.
Inovasi dan Keunggulan Produk Serat Nanas
Menurut Desi Diana, keunggulan serat daun nanas tidak hanya pada kekuatannya, tetapi juga pada estetika yang ditawarkannya. Warna alami serat dan anyaman yang dihasilkan mampu menciptakan produk dengan nilai seni tinggi, bahkan mampu bersaing dengan tas produksi pabrikan. “Dari serat daun nanas bisa buat dompet, tas, taplak meja dan hiasan dinding,” imbuhnya. Meskipun proses pengolahannya lebih sulit karena tekstur serat yang lebih kasar dan dapat membuat tangan sakit, perjuangan para perajin ini menghasilkan karya yang luar biasa.
Alan Sahroni: Visioner di Balik Serat Daun Nanas Subang
Gagasan brilian pemanfaatan serat daun nanas ini berawal dari pemikiran Alan Sahroni (36), warga Desa Cikadu, Kecamatan Cijambe, Subang. Sebagai seorang lulusan teknik tekstil, Alan tergerak untuk memanfaatkan limbah daun nanas yang selama ini terbuang begitu saja. Sejak tahun 2013, Alan terus berinovasi dan berkreasi dalam mengembangkan pengolahan limbah daun nanas.
Ia mendedikasikan waktu untuk mempelajari karakter daun nanas, dan dari penelitiannya terungkap bahwa serat daun nanas memiliki kualitas tinggi yang belum banyak dikenali. “Ini saya mulai dari tahun 2013 yang bermula dari projek bisnis plan saya dalam memanfaatkan potensi yang ada di kabupaten Subang, dimana sudah dikenal Subang sebagai salah satu penghasil nanas yang mungkin bagi kebanyakan orang hanya buahnya saja yang diolah, sedangkan dasar daunnya belum termanfaatkan,” jelas Alan.
Proses Pengolahan dan Tantangan Pasar
Berbekal pengetahuannya, Alan kemudian mencoba menciptakan mesin pemisah antara daun nanas dengan serat di dalamnya. Kerja kerasnya membuahkan hasil, ia berhasil memisahkan dan memproduksi benang dari serat daun nanas. Sejak saat itu, Alan aktif mengajak masyarakat sekitar untuk turut serta dalam pemanfaatan daun nanas. Kini, ia membeli daun nanas dari para petani dengan syarat tertentu: daun tidak rusak, tidak busuk, dan memiliki panjang sekitar 60 centimeter. Proses pengolahannya meliputi penyortiran daun, pemisahan serat menggunakan mesin, pencucian serat, dan penjemuran hingga kering.
Untuk pemasaran, Alan fokus pada pasar domestik yang mencakup hampir seluruh Indonesia. Namun, untuk pasar luar negeri, ia masih menghadapi kendala kapasitas produksi. “Untuk luar negeri kita masih terkendala kapasitas produksi, karena minimal 1 ton perbulan, saat ini baru bisa memproduksi 100 kg perbulan hanya untuk kebutuhan dalam negeri,” ungkapnya, menunjukkan potensi besar yang masih bisa dikembangkan.
Dukungan Pertamina dan Potensi Besar Subang
Inisiatif mulia ini tidak berjalan sendiri. PT Pertamina EP Subang Field, yang tergabung dalam Zona 7 Subholding Upstream Regional Jawa, turut memberikan dukungan penuh sebagai mitra binaan. Pihak Pertamina menjawab kebutuhan para mitra dalam hal edukasi, keterampilan, dan fasilitas. “Tujuan dari kegiatan Purnama Subang memberikan edukasi, keterampilan kepada anak dan remaja dan ortu pekerja migran dan masyarakat kelompok rentan. Kita melakukan pendampingan, memberikan pelatihan hingga memberikan fasilitas yang dibutuhkan,” jelas Ashlihul Hayati, Community Relation Officer Pertamina EP.
Dukungan ini sangat krusial mengingat potensi Kabupaten Subang sebagai salah satu daerah penghasil buah nanas terbesar. Berdasarkan data BPS Subang tahun 2025, sekitar 185.832 ton nanas dihasilkan pertahunnya dari lahan produktif seluas 1.635 hektare. Tujuh kecamatan yang paling produktif adalah Serangpanjang, Jalancagak, Ciater, Cisalak, Kasomalang, Tanjungsiang, dan Cijambe. Selama ini, masyarakat Subang baru memanfaatkan buah nanasnya menjadi makanan, olahan, hingga oleh-oleh khas. Sedangkan daun nanas hanya menjadi pupuk tanaman dan belum dimanfaatkan secara ekonomis. Kisah ini menjadi contoh nyata bagaimana inovasi dan pemberdayaan dapat membuka jalan baru menuju kemandirian ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
INFOPAJAJARAN.COM
Dapatkan berita dan informasi terbaru dari kami
Ikuti Kami
© INFOPAJAJARAN.COM | Terima kasih atas dukungannya