INFOPAJAJARAN.COM – Prasasti Jambu, yang juga dikenal sebagai Prasasti Pasir Koleangkak, merupakan salah satu bukti sejarah penting dari kejayaan Kerajaan Tarumanagara.
Ditemukan di daerah Bogor, prasasti ini menjadi saksi bisu peradaban masa lalu yang hingga kini masih menarik untuk diteliti.
Baca juga : Prabu Siliwangi dan Kisah Eposnya
Lokasi dan Penemuan Prasasti Jambu
Prasasti ini terletak di Pasir Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Pertama kali dilaporkan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864, prasasti ini kemudian diteliti lebih lanjut oleh para arkeolog.
Isi dan Makna Prasasti
Prasasti Jambu berisi pujian terhadap Raja Purnawarman, penguasa Tarumanagara, yang digambarkan sebagai pemimpin yang perkasa dan bijaksana.
Tulisan pada prasasti menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta, menunjukkan pengaruh budaya India pada masa itu.
Salah satu bagian prasasti menyebutkan:
"Ini tanda keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhnya dari Sang Raja Dunia, Yang Mulia Purnawarman, yang menjadi panji segala raja."
Nilai Sejarah dan Arkeologi
Prasasti ini menjadi bukti bahwa Kerajaan Tarumanagara pernah berjaya di wilayah Jawa Barat.
Selain itu, keberadaannya memperkuat teori tentang hubungan kebudayaan antara Nusantara dan India pada abad ke-5 Masehi.
Para peneliti juga menemukan jejak kaki gajah yang diyakini sebagai simbol kekuasaan Raja Purnawarman, mengingat gajah merupakan hewan yang dihormati dalam kebudayaan Hindu kala itu.
Upaya Pelestarian
Kini, Prasasti Jambu (Prasasti Pasir Koleangkak) menjadi salah satu cagar budaya yang dilindungi oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Banten.
Pengunjung dapat melihat langsung prasasti ini, meskipun aksesnya terbatas untuk menjaga kelestariannya.
Baca juga : Sejarah Sunda Kelapa: Pelabuhan Legendaris
Sebagai salah satu prasasti tertua di Indonesia, Prasasti Jambu memberikan gambaran tentang kehidupan politik dan budaya pada masa Kerajaan Tarumanagara.
Keberadaannya tidak hanya penting bagi sejarah Jawa Barat, tetapi juga bagi pemahaman tentang perkembangan peradaban Nusantara.***