Kabupaten Sukabumi kembali digegerkan dengan serangan predator yang diduga dilakukan oleh macan tutul, menyebabkan puluhan domba ternak warga tewas mengenaskan. Kejadian ini terjadi di wilayah Kecamatan Cikidang, tepatnya di Kampung Ciherang, Desa Gunungmalang, yang menimbulkan kekhawatiran dan was-was di kalangan masyarakat.
Kronologi Serangan: Kamis Berdarah dan Sabtu Penuh Nestapa
Peristiwa tragis ini bermula pada Kamis, 4 September 2025, ketika serangan pertama terjadi dengan dua kali kejadian dalam sehari, sekitar pukul 12.00 WIB dan 15.00 WIB. Sebanyak 20 ekor domba milik warga menjadi korban keganasan satwa liar tersebut. Dua hari berselang, pada Sabtu pagi, 6 September 2025, serangan kembali terulang, menambah daftar duka bagi para peternak.
Kepala Desa Gunungmalang, Ajang Rahmat, menjelaskan bagaimana serangan tersebut mengguncang ketenangan warga. Kondisi di kandang ternak pasca-serangan sangat memilukan, dengan lantai bambu yang dipenuhi bercak darah dan gumpalan bulu domba. Tubuh-tubuh domba berserakan, sebagian dengan luka koyak parah di leher, bahkan hingga tulang terlihat, sementara sebagian lainnya hanya dicekik tanpa dimakan.
Kengerian di Kandang: Luka Menganga dan Jejak Misterius
Pemandangan di dalam kandang ternak begitu mengerikan. Seekor domba betina ditemukan rebah dengan perut robek dan bulu kusut bercampur lumpur. Tak jauh dari sana, domba lain tergantung dengan leher nyaris putus, menjadi saksi bisu keganasan sang predator. Beberapa ekor lainnya tergeletak kaku dengan tubuh penuh bekas gigitan, menguatkan dugaan bahwa serangan dilakukan oleh satwa besar.
“Kalau lihat jejaknya diduga macan tutul. Cuma yang jadi heran itu, sebagian besar domba hanya dicekik, tidak dimakan. Ada satu yang dimakan hanya lehernya saja. Jejak kaki ada yang besar dan kecil, sepertinya macan memangsa dengan anaknya,” ujar Ajang kepada awak media pada Minggu, 7 September 2025, mengungkapkan keheranan sekaligus kekhawatiran warga.
Respons dan Upaya Mitigasi: Koordinasi dan Pencegahan
Menanggapi laporan warga, pihak desa segera berkoordinasi dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) untuk mencari solusi. Hasil komunikasi menyebut bahwa penanganan satwa liar seperti ini merupakan kewenangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Langkah Awal: Memperketat Keamanan Kandang
Sebagai langkah awal, Ajang bersama Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan warga menyusun strategi pencegahan. Salah satunya adalah dengan memusatkan kandang domba di satu lokasi agar lebih mudah dipantau, serta menambah lampu penerangan di sekitar area peternakan. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko serangan dan memberikan rasa aman bagi warga.
“Kami membuat sistem baru. Kalau biasanya sepuluh kandang terpisah, sekarang dibuat jadi lima saja. Tujuannya supaya lebih gampang dipantau,” jelas Ajang, menggambarkan upaya konkret yang dilakukan untuk melindungi ternak warga.
Konflik Manusia dan Macan Tutul: Ancaman yang Terus Mengintai
Serangan macan tutul ini bukan hanya sekadar insiden, tetapi juga cerminan dari konflik manusia dan satwa liar yang semakin intensif. Kawasan Cikidang berada di wilayah penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak, habitat alami macan tutul Jawa yang berstatus satwa dilindungi.
Penyempitan Ruang Jelajah: Pemicu Konflik
Penyempitan ruang jelajah akibat alih fungsi lahan menjadi penyebab utama konflik ini. Akibatnya, macan tutul terpaksa mencari makan di wilayah permukiman warga, yang berujung pada serangan terhadap ternak.
Pemerintah desa bersama petugas TNGHS terus mengingatkan warga agar tidak melakukan perburuan atau tindakan represif terhadap satwa, karena kewenangan penuh berada pada BKSDA. Mitigasi dilakukan melalui pemasangan lampu, ronda malam, hingga pengurangan jumlah kandang yang tersebar.
“Kami khawatir kalau sampai macan tutulnya menyerang manusia, apalagi anak-anak. Karena ini sudah berani siang-siang menerkam domba,” ujar Ajang, menyampaikan kekhawatiran mendalam akan keselamatan warga.
Harapan dan Kewaspadaan: Menjaga Keseimbangan Ekosistem
Meski telah melakukan berbagai upaya antisipasi, warga tetap berharap pihak BKSDA segera mengambil langkah nyata untuk mengatasi masalah ini. Mereka diminta untuk terus waspada, namun tetap menahan diri dari tindakan yang bisa membahayakan satwa. Hal ini penting, mengingat macan tutul Jawa merupakan spesies penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan.
Tragedi di Cikidang menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam. Upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait sangat dibutuhkan untuk mencari solusi terbaik, demi keselamatan warga dan kelestarian macan tutul Jawa.
INFOPAJAJARAN.COM
Dapatkan berita dan informasi terbaru dari kami
Ikuti Kami
© INFOPAJAJARAN.COM | Terima kasih atas dukungannya