Kota Sukabumi, Jawa Barat, menyimpan sejarah transportasi yang kaya dan unik, mencerminkan perubahan zaman dan adaptasi masyarakatnya terhadap perkembangan teknologi. Perjalanan ini mengungkap bagaimana moda transportasi berkembang, dari yang ditarik kuda hingga penggunaan bahan bakar tak lazim seperti minyak sereh.
Awal Abad ke-19: Pedati dan Kuda sebagai Raja Jalanan
Bayangkan Sukabumi di awal abad ke-19, suasana yang begitu berbeda dengan yang kita lihat sekarang. Jalanan masih berupa tanah, diapit pepohonan rindang, dan suara derap kaki kuda mendominasi bersama derit pedati yang melintas.
Irman Firmansyah, seorang pegiat sejarah Sukabumi dan penulis buku "Soekaboemi The Untold Stories", menjelaskan bahwa perkembangan transportasi di Sukabumi sejalan dengan kemajuan industri otomotif dunia. Pada masa itu, pedati adalah moda transportasi utama, sebelum akhirnya digantikan oleh yang lebih modern.
Tarif Pedati dan Peran Gubernur Jenderal
Tahun 1830, tarif pedati untuk rute Sukabumi - Pelabuhanratu telah diatur dan disahkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda. C. Visscher, sekretaris yang mewakili Gubernur Jenderal, menetapkan tarif sebesar 17 Gulden.
Reiswagen dan Kahar Dongdang: Pilihan Perjalanan
Perjalanan dari Batavia atau Bogor menuju Sukabumi seringkali menggunakan reiswagen, kereta beroda empat yang ditarik kuda. Kendaraan ini, yang dikenal pula sebagai baros atau barouche jika kapnya dilipat, tidak selalu tersedia di Sukabumi kecuali jika dipesan khusus oleh tokoh penting seperti Andries De Wilde atau para bupati.
Reiswagen mampu menempuh perjalanan sekitar 10 paal per jam, atau setara dengan 15 kilometer. Meski terkesan mewah, kendaraan ini memiliki kelemahan pada as roda yang sering patah. Oleh karena itu, pegawai, pendeta, dan menak Sukabumi lebih sering memilih kahar dongdang, sejenis tandu besar yang dianggap lebih aman dan sederhana.
Tahun 1881: Kereta Api Membawa Perubahan Besar
Titik balik dalam sejarah transportasi Sukabumi terjadi pada tahun 1881, ketika jalur kereta api Batavia - Cicurug mulai beroperasi. Setahun kemudian, jaringan rel kereta api diperluas hingga mencapai Kota Sukabumi.
Menurut Irman, kehadiran kereta api mengubah wajah perjalanan darat di Sukabumi. Masyarakat dengan cepat beralih dari kuda dan pedati, memilih kereta api karena kecepatan dan kenyamanan yang ditawarkannya.
Awal Abad ke-20: Bis dan Perusahaan Otobus Legendaris
Memasuki awal abad ke-20, tepatnya sekitar tahun 1900-an, bis mulai muncul di kota-kota besar Hindia Belanda. Tahun 1912, berdirinya Perusahaan Pengangkutan Djawatan Automobile (PDA) menandai dimulainya era baru transportasi darat.
Trayek Bis dan Nama-Nama yang Melegenda
Perkembangan bis di Sukabumi mencapai puncaknya pada tahun 1930-an. Berbagai trayek mulai beroperasi, menghubungkan Sukabumi dengan berbagai kota seperti Batavia, Buitenzorg (Bogor), Cibadak, Panyindangan, Cikembang, Palabuhanratu, Cisolok, Jampangkulon, dan Surade.
Masa ini juga melahirkan perusahaan otobus legendaris seperti Bis Ali Babah, The & Zonen, Ster Autobus, dan Federal Knight Autobus.
Masa Pendudukan Jepang: Minyak Sereh Jadi Solusi
Perubahan drastis terjadi ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942. Kendaraan publik praktis lumpuh akibat perang. Bisnis transportasi, yang sebelumnya dikuasai oleh orang Eropa, Tionghoa, dan perusahaan pemerintah kolonial, mengalami perubahan signifikan.
Namun, masyarakat Sukabumi tidak menyerah. Beberapa perusahaan transportasi tetap bertahan, salah satunya adalah The & Zonen yang melayani trayek Sukabumi - Pelabuhanratu, meskipun hanya dengan satu rit sehari.
Minyak Sereh: Bahan Bakar Alternatif
Yang menarik, di masa sulit itu, bahan bakar yang digunakan bukan lagi bensin, melainkan minyak sereh. Karena kelangkaan bensin, masyarakat Sukabumi berinovasi dengan menggunakan minyak sereh sebagai bahan bakar alternatif untuk kendaraan mereka.
Era Kemerdekaan: DAMRI, Opelet, dan Bis Semi-Modern
Setelah kemerdekaan, roda transportasi kembali berputar. Pemerintah membentuk DAMRI (Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia) yang mengoperasikan bis untuk rute populer seperti Sukabumi - Bandung dan Sukabumi - Batavia.
Lahirnya Opelet dan Perkembangan Selanjutnya
Tak lama kemudian, muncul kendaraan Superban atau Suburban yang lebih dikenal dengan nama Opelet. Kendaraan kecil ini menjadi favorit pada tahun 1950-an, terutama untuk trayek Sukabumi - Cianjur.
Memasuki tahun 1970-an, wajah transportasi darat Sukabumi kembali berubah dengan kemunculan bis semi-modern yang namanya masih dikenang hingga kini, seperti Wahyu, Sinar Remaja Express, dan Rahayu Sentosa.
Kesimpulan: Cermin Perubahan Zaman
Bagi Irman Firmansyah, sejarah transportasi Sukabumi adalah cerminan perubahan zaman. Dari pedati kayu hingga dominasi bis dan kereta api, semua meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di kota ini.
Kisah transportasi Sukabumi bukan sekadar soal kendaraan, tetapi juga tentang mobilitas, ekonomi, dan dinamika sosial yang terus berkembang dari masa ke masa.
INFOPAJAJARAN.COM
Dapatkan berita dan informasi terbaru dari kami
Ikuti Kami
© INFOPAJAJARAN.COM | Terima kasih atas dukungannya